Whisky galore movie – Tata kelola Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan komponen vital dalam transisi energi Indonesia menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Emilia Yustiningrum, Plt. Kepala Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan bahwa PLTA meliputi bendungan besar dan kecil yang tidak hanya menghasilkan listrik tetapi juga menyediakan air untuk irigasi pertanian dan kebutuhan sehari-hari.
Tantangan Sosial dan Ekologis Menjadi Tata Kelola PLTA
Namun, keberadaan PLTA juga menghadirkan tantangan terkait isu sosial, politik, dan lingkungan. Emilia menyoroti studi kasus di Poso, Sulawesi Tengah, di mana tiga PLTA menggunakan air dari Sungai Poso. Pembangunan PLTA memerlukan lahan yang luas, yang seringkali menghalangi aliran sungai, dan dapat menyebabkan gangguan pada kehidupan masyarakat lokal serta ekosistem sungai.
Baca Juga : Meta Memblokir Media-media dari Rusia
Salah satu dampak utama adalah penghalangan rute migrasi ikan, yang berpengaruh langsung pada masyarakat yang bergantung pada perikanan sebagai sumber mata pencaharian. Penelitian yang dilakukan untuk mengeksplorasi tata kelola air di Poso bertujuan memahami konflik dan upaya mediasi terkait dampak pembangunan PLTA terhadap ekosistem perikanan, khususnya belut yang memiliki nilai ekologis tinggi.
Pentingnya Pendekatan Nexus
Dalam konteks ini, Amy Falon dari Universitas Charles Sturt Australia menambahkan bahwa Indonesia memiliki 99 PLTA, dengan 18 lainnya dalam tahap perencanaan. Dia menyebutkan bahwa Indonesia adalah penghasil ikan tangkapan liar terbesar kedua di dunia, dengan lebih dari 2,6 juta nelayan yang bergantung pada sektor ini. Kerusakan pada sumber daya air tawar dapat berdampak serius pada sekitar 10 persen populasi Indonesia.
Amy menekankan pentingnya pendekatan nexus, yang mengidentifikasi respons saling menguntungkan antara kebijakan air, energi, dan pertanian. Pendekatan ini menyediakan kerangka kerja yang transparan untuk mencapai keseimbangan dalam menjaga keberlanjutan ekosistem. Ia juga menyoroti bahwa politik memainkan peran penting dalam kolaborasi lintas sektor, di mana sering terjadi perebutan kekuasaan yang menghambat sinergi.
Lebih lanjut, Amy menyebutkan bahwa migrasi spesies perairan, seperti belut di Danau Poso, telah mengalami penurunan sejak 2019 akibat bendungan PLTA yang menghalangi rute migrasi. Sebagai respons, Poso Energi telah memasang jalur ikan di PLTA Poso 1 dan 2, yang sedang dalam evaluasi bersama BRIN dan Universitas Charles Sturt. Program pembenihan ikan dan CSR juga dilaksanakan untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan.
Kesimpulannya, keberadaan PLTA di Indonesia memberikan peluang untuk transisi energi yang lebih bersih, tetapi juga memerlukan perhatian serius terhadap dampak sosial dan ekologis yang ditimbulkannya. Pendekatan yang inklusif dan kolaboratif antara berbagai sektor diperlukan untuk mencapai keberlanjutan yang sejati.
Simak Juga : Cara Pasang Iklan di Google AdSense dan Persiapannya